PENGUMUMAN HASIL UJIAN SELEKSI PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL PENDIDIKAN MAGISTER (S2), (S1), (DIII), DAN (DI) BPN RI FORMASI TAHUN 2010
22 Desember 2010.
Liputan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
22 Desember 2010.
Liputan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
PENSERTIPIKATAN TANAH SECARA SPORADIK
Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai proses pensertifikatan tanah adat atau tanah2 lain yang belum bersertifikat, maka melanjutkan pembahasan saya sebelumnya pada artikel: “Bagaimana Cara Mensertifikatkan Tanah Girik?”, berikut saya memberikan tambahan penjelasan mengenai tata cara mensertifikatkan tanah.
Dalam pasal 13 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, dikenal 2 macam bentuk pendaftaran tanah, yaitu:
1. Pendaftaran tanah secara sistematik, yaitu pendaftaran tanah yang
didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah
yang ditetapkan oleh Menteri
2. Pendaftaran tanah secara sporadik.
Untuk desa/kelurahan yang belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran
tanah secara sistematik tersebut.
Apakah beda antara kedua system pendaftaran tanah tersebut? Inti perbedaannya adalah pada inisiatif pendaftar. Kalau yang berinisiatif untuk mendaftarkannya adalah pemerintah, dimana dalam suatu wilayah tertentu, secara serentak semua tanah dibuatkan sertifikatnya, maka hal tersebut disebut pendaftaran secara sistematis. Hal ini yang oleh orang awam sering di istilahkan sebagai: “Pemutihan”.
Jika inisiatif untuk mendaftarkan tanah berasal dari pemilik tanah tersebut sedangkan setelah menunggu beberapa waktu tidak ada program pemerintah untuk mensertifikatkan tanah di wilayah tersebut, maka pemilik tanah dapat ber inisiatif untuk mengajukan pendaftaran/pensertifikatan tanahnya pada Kantor Pertanahan setempat. Hal inilah yang disebut pendaftaran tanah secara sporadic.
Kegiatan Pendaftaran Tanah (pasal 14 – 22 PP 24/1997) sendiri terbagi atas:
1. Pembuatan peta dasar pendaftaran
Pada proses ini, dilakukan pemasangan, pengukuran, pemetaan dan
pemeliharaan titik dasar teknik nasional. Dari Peta dasar inilah dibuatkan
peta pendaftaran
2. Penetapan batas bidang-bidang tanah
Agar tidak terjadi sengketa mengenai batas kepemilikan tanah di suatu tempat, antara pemilik dengan pemilik lain yang bersebelahan, setiap diwajibkan untuk dibuatkan batas-batas pemilikan tanah (berupa patok2 dari besi atau kayu).
Dalam penetapan batas2 tersebut, biasanya selalu harus ada kesepakatan mengenai batas2 tersebut dengan pemilik tanah yang bersebelahan, yang dalam bahasa hukumnya dikenal dengan istilah contradictio limitative.
3. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta
pendaftaran
Dari batas-batas tersebut, dilakukan pengukuran untuk diketahui luas
pastinya. Apabila terdapat perbedaan luas antara luas tanah yang tertera
pada surat girik/surat kepemilikan lainnya dengan hasil pengukuran Kantor
Pertanahan, maka pemilik tanah bisa mengambil 2 alternatif:
a. setuju dengan hasil pengukuran kantor pertanahan
Jika setuju, maka pemilik tanah tinggal menanda-tangani pernyataan
mengenai luas tanah yang dimilikinya dan yang akan diajukan sebagai
dasar pensertifikatan.
b. mengajukan keberatan dan meminta dilakukannya pengukuran ulang
tanah-tanah yang berada di sebelah tanah miliknya.
Untuk mencegah terjadinya sengketa mengenai batas-batas tersebut, maka
pada waktu dilakukannya pengukuran oleh kantor pertanahan, biasanya
pihak kantor pertanahan mewajibkan pemilik tanah (atau kuasanya) hadir
dan menyaksikan pengukuran tersebut, dengan dihadiri pula oleh RT/RW
atau wakil dari kelurahan setempat.
4. Pembuatan daftar tanah
Bidang-bidang tanah yang sudah dipetakan atau dibubuhkan nomor
pendaftarannya pada peta pendaftaran dibukukan dalam daftar tanah
5. Pembuatan surat ukur.
Pembuatan Surat Ukur merupakan produk akhir dari kegiatan pengumpulan dan pendaftaran tanah, yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan sertifikat tanah.
Apakah syarat-syaratnya untuk mengajukan permohonan pendaftaran secara sporadik?
1. Surat Permohonan dari pemilik tanah untuk melakukan pensertifikatan tanah milknya
2. Surat kuasa (apabila pengurusannya dikuasakan kepada orang lain).
3. Identitas diri pemilik tanah (pemohon), yang dilegalisir oleh pejabat umum yang berwenang (biasanya notaries) dan atau kuasanya
a. untuk perorangan: foto copy KTP dan KK sedangkan untuk
b. badan hukum (dalam hal ini PT/Yayasan/Koperasi): anggaran dasar
berikut seluruh perubahan- perubahannya dan pengesahannya dari
Menteri yang berwenang
4. Bukti hak atas tanah yang dimohonkan, yaitu berupa:
a. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan swapraja yang bersangkutan
b.sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PMA No. 9/1959
c. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya.
d. Petok pajak bumi/Landrente, girik, pipil, ketitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya PP No. 10/1961
e. Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya PP No. 10/1961 dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
f. Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
g. Akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan PP No. 28/1977 dengan disert5ai alas hak yang diwakafkan, atau risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum di bukukan dengan disertai alas hak yang di alihkan, atau
h. Surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah, atau
i. Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
j. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan dan dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang, atau
k. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI, dan Pasal VII ketentuan-ketentuan konversi UUPA, atau
l. Surat-surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum diberlakukannya UUPA (dan dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang – dalam hal ini biasanya Lurah setempat), atau
4. Bukti lainnya, apa bila tidak ada surat bukti kepemilikan, yaitu berupa: Surat Pernyataan Penguasaan Fisik lebih dari 20 tahun secara terus menerus dan surat keterangan Kepala Desa/Lurah disaksikan oleh 2 orang tetua adat/penduduk setempat
5. Surat Pernyataan telah memasang tanda batas
6. Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan
7. Foto copy SK Ijin Lokasi dan surat keterangan lokasi (apabila pemohon adalah Badan Hukum).
9 Desember 2010.
Liputan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
Dalam rangka pengisian formasi Pegawai Negeri Sipil tahun 2010 yang lowong, Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia memberi kesempatan bagi putra-putri terbaik bangsa untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil melalui seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Golongan II dan Golongan III Tahun Anggaran 2010
Untuk info selengkapnya klik link ini.
Pengumuman Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil BPN RI Gol II dan Gol III tahun 2010
SURAT KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG LOGO 50 TAHUN HARI AGRARIA NASIONAL
21 September 2010.
Liputan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 309/KEP-001/IX/2010294/KEP-100.008/VIII/2010
TENTANG
LOGO 50 TAHUN HARI AGRARIA NASIONAL
TAHUN 2010
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,
Bahwa dalam rangka membangun dan membangkitkan semangat kebersamaan dalam pelayanan masyarakat dan memberikan identitas 50 Tahun Hari Agraria Nasional Tahun 2010 perlu ditetapkan Logo 50 Tahun Hari Agraria Nasional Tahun 2010;
2 September 2010.
Pengumuman Penerimaan Calon Mahasiswa Baru Program Diploma I PPK STPN Tahun 2010
Program Dilpoma I Pengukuran dan Pemetaan Kadastral (DI-PPK) membuka penerimaan Calon Mahasiswa Baru untuk tahun akademik 2010-2011. Penerimaan calon mahasiswa baru Program Diploma I ini diharapkan dapat menjaring calon-calon Asisten Surveyor Berlisensi yang berkualitas. Pendaftaran dimulai tanggal 20 Juli 2010 sampai dengan tanggal 13 Agustus 2010, secara online melalui website www.stpn.ac.id. Sebelum melakukan pendaftaran calon peserta dapat melihat Panduan Pengisian Formulir Aplikasi Penerimaan Calon Mahasiswa Baru Program DI PPKTahun 2010.
JAKARTA, BK
Kepala BPN Jakbar Tjahjo Widianto, mendesak agar segera dibentuk peradilan pertanahan untuk memperkuat pelaksanaan Undang-Undang (UU) Agraria. Pernyataan tersebut diungkapkan dalam disukusi terbatas dengan wartawan di Kantor BPN Jakbar, Senin {1716).
Menurut dia, desakan ini muncul karena karena sejumlah kasus sengketa tanah di pengadilan justru dimenangkan para mafia tanah. Langkah perapihan dan penertiban sertifikat lewat metoda digital yang transparan bagi publik yang dila-kukan BPN, menjadi sia-sia. "Percuma saja kami melakukan perapihan surat tanah lewat sistem digital yang transparan kalau akhirnya mentah begitu saja di bawah palu hakim," ujarnya/
Tjahjo mengungkapkan, dalam sejumlah kasus sengketa tanah di pengadilan, majelis Kakim cenderung menyisir sertifikat yang sudah jelas asal usul dan pihak yang menerbitkan. "Tetapi mereka tidak pernah meneliti asal usul dan menguji surat girik. Anehnya, para hakim ini justru memenangkan mereka yang menyodorkan girik dan mementahkan para pemilik sertifikat. Saya prihatin, instansi penegak hukum kondisinya masih seperti itu," tuturnya.
Ia menyebutkan kasus sengketa tanah Asrama Polisi di Pesing, Jakbar yang nyaris membuat negara kehilangan asetna. "Setelah kami teliti, ter-nyata eigendom-nya nggak benar. Untung kami diminta sebagai saksi. Sebab, dalam sejumlah kasus lain, majelis hakim sering tidak memanggil kami sebagai saksi. Apa boleh buat, itu hak majelis hakim," sesal Tjahjo.
Ia mengingatkan sebuah hadis yang menyebutkan, hakim yang tidak jujur, martabatnya lebih rendah ketimbang para pekerja seks. Menurut dia, sebenarnya UU Agraria sudah menyebutkan secara terang bahwa sejak 1960, eigendom dan girik tidak berlaku lagi sebagai bukti kepemilikan atas tanah.
Dengan alasan tersebut, BPN Jakbar mendesak dibentuknya Peradilan Pertanahan untuk memperkuat pelaksanaan UU Agraria, kompas.com/d
( http://bataviase.co.id/node/243493 )
Situasi pertanahan di
Dalam semangat berbagai kalangan untuk menerapkan kembali syariat Islam dalam kehidupan, perlu dielaborasi, sejauh mana pemahaman ummat — terutama para ulama — atas sistem pertanahan syariah. Klaim bahwa Islam telah sempurna sampai akhir zaman perlu dibuktikan dengan berbagai solusi praktis atas berbagai persoalan yang ada. Kesuksesan sistem perbankan syariah bisa dijadikan motivasi untuk mencari sistem pertanahan syariah sebagai alternatif sistem yang ada saat ini.
Masalah kepemilikan
Seperti masalah kepemilikan pada umumnya, dalam Islam masalah pertanahan mencakup aspek sebab-sebab kepemilikannya, pengelolaannya, dan pemanfaatannya (An-Nabhani: Nizamul Iqtishady fil Islam). Hanya berbeda dengan harta bergerak, tanah tidak bisa dikembangkan atau diperbanyak. Karena itu tanah adalah sumber daya yang terbatas.
Islam mengenal tiga jenis kepemilikan, yakni kepemilikan individu, negara dan publik. Kepemilikan individu adalah izin syar’i sehingga seseorang bisa menguasai tanah secara mutlak, termasuk menggunakan, menjual, menghadiahkan, mewakafkan serta mewariskannya berdasarkan syara’.
Hak perolehan tanah untuk individu dalam Islam ada lima macam, yaitu didapat dari: (1) menghidupkan tanah mati; yang disebut tanah mati adalah tanah tanpa pemilik (baik individu maupun negara) yang tidak menopang fungsi publik; (2)pemberian negara; negara berhak menghadiahkan tanah kepada orang-orang yang dipandang pantas dan memerlukannya, misalnya kepada petani yang lahannya longsor; (3) jual-beli; (4) warisan; (5) hibah.
Kepemilikan negara atas tanah hanya terbatas pada yang diperlukan untuk menjalankan roda pemerintahan, seperti lahan instalasi negara dan tanah yang diserahkan kepada negara untuk diurusi. Hak perolehan tanah negara ini dalam Islam didapatkan dari: (1) menghidupkan tanah mati — sebagaimana individu, negara juga berhak menghidupkan tanah mati, dan menjadikannya sumber pemasukan bagi kas negara; (2) pemberian warga atau negara lain; (3) warisan (dari orang tanpa ahli waris, atau sisa harta waris yang tidak habis dibagi); (4) jual-beli; (5) sitaan pelaku pidana yang dihukum dengan itu Umar bin Khattab menyita tanah pertanian milik individu yang ditelantarkan selama 3 tahun (lahan tidur).
Sementara itu dalam Islam ada pembatasan dalam masalah izin menyewakan lahan pertanian. Negara berwenang memberikan tanah yang dimilikinya kepada warganya, menjualnya atau mengalihkannya menjadi milik publik (wakaf) berdasarkan syara’. Pada tanah-tanah individu yang ingin dibebaskan untuk dijadikan milik publik, misalnya sarana jalan atau masjid, negara harus membelinya dulu dari pemiliknya, baru menjadikannya milik publik. Ketika masjid Nabawi diperluas dan harus menggusur tanah milik warga Yahudi, sementara orang tersebut menolak menjualnya, maka Umar pun tidak memaksa menggusurnya, tapi menunggu sampai akhirnya ahli warisnya berkenan menjualnya. Tentu saja di zaman modern ini, untuk hal-hal yang secara teknis sulit ditunda, semisal pembangunan sarana pencegah banjir, atau tiang transmisi tegangan tinggi, harus dicarikan solusi dan pendekatan yang arif.
Tanah milik publik hanya dikelola oleh negara, namun bukan milik negara, apalagi milik pejabat negara. Oleh karena itu, negara tidak boleh menjual atau melakukan ruislag (tukar guling) pada tanah publik, kecuali fungsinya terjaga.
Akibat rancunya pengertian tanah publik dengan tanah negara pada sistem kapitalis, sering terjadi sebuah taman atau lapangan bola tempat warga setempat berekreasi tiba-tiba ditukargulingkan menjadi mall, dan penggantinya ditaruh jauh dari akses warga. Akibatnya warga yang kehilangan arena rekreasi menjadi mudah terpancing untuk melakukan ”rekreasi kaki lima”, dengan ”nongkrong-nongkrong” di mall atau ”main bola di jalanan”, yang mengganggu ketertiban.
Pengalihan ini bisa berakibat fatal. Awalnya, rawa-rawa penyerap air di Jakarta dialihfungsikan menjadi real estate. Sepintas lalu itu baik-baik saja karena dibutuhkan masyarakat juga. Namun pada saat banjir, semua orang jadi menderita, baik penghuni real estate itu maupun yang tinggal di luarnya.
Namun demikian tanah publik boleh saja dialihkan menjadi tanah individu bila fungsinya tidak terganggu dan kehidupan publik secara keseluruhan akan lebih baik. Sebagai contoh adalah pembukaan sebagian hutan untuk lahan permukiman baru. Transmigrasi atau permukiman perambah hutan bisa sejalan dengan alih fungsi tanah publik ke tanah individu sepanjang hak-hak publik di lokasi itu tetap terjaga. Kalau ini diperhatikan, kasus-kasus transmigran dengan penduduk asli tak perlu ada.
Namun, tanah publik tidak bisa ”dikontrakkan” kepada individu (swasta) untuk dikuras isinya. Hal ini karena sumber daya alam berjumlah besar seperti hutan atau tambang adalah milik publik. Karena sistem HPH atau konsesi tambang perlu ditinjau ulang. Mestinya investor hanya dibayar sesuai biaya yang telah dikeluarkannya. Atau negara sendiri yang melakukan investasi. Ada pun hasil alam itu selanjutnya dikelola oleh negara untuk dikembalikan kepada rakyat secara langsung atau dalam bentuk fasilitas umum yang murah atau bahkan gratis, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, keamanan, dan keadilan.
Tidak hanya warga di sekitar lokasi sumber alam saja yang diuntungkan. Ini berbeda dengan konsep federalisme atau otonomi daerah yang menuai kritik kebablasan. Dalam banyak hal Islam mengajarkan administrasi pemerintahan yang terdesentralisasi, namun kebijakannya tetap harus terintegrasi (bukan sektoral). Bila sumber alam di suatu daerah lebih besar dari yang dibutuhkannya, maka pertama-tama kebutuhan asasi seluruh penduduk per individu di lokasi sumber alam itu harus dipenuhi dulu.
Bila masih lebih, maka harus dicari penduduk di wilayah lain yang belum tercukupi kebutuhan asasinya. Baru setelah setelah tak ada lagi penduduk negara kesatuan ini yang telantar atau kelaparan, sisa hasil sumber alam itu dipakai untuk memenuhi kebutuhan pelengkap, dan ini bisa saja dimulai dari penduduk terdekat dengan lokasi sumber alam.
Sistem kepemilikan seperti ini bisa mencegah eksploitasi sumber alam secara besar-besaran, sehingga kelestarian lingkungan akan lebih terjaga.
Teknologi
Kepemilikan tanah bisa dipertegas dengan teknis perbatasan. Karena ini menyangkut teknologi, maka manusia diberi kebebasan menentukan teknologi yang paling optimal, sampai penggunaan peta, citra satelit, GPS, GIS beserta ilmu-ilmu terkaitnya, seperti toponimi atau geostatistik. Di sini yang penting sebenarnya persoalan kesepakatan batas.
Namun untuk perbatasan luar negeri, Islam tidak mengenal batas abadi. Batas luar negara Islam adalah batas jihad karena Allah memerintahkan menjadikan Islam rahmat seluruh alam, yaitu dengan diterapkannya syariat Islam. Rezim-rezim tiran yang menghalangi cahaya Islam ini bila perlu dihilangkan dengan jihad.
Khalifah Umar bin Khattab pernah memerintahkan untuk mendata penduduk di seluruh wilayahnya. Termasuk yang didata adalah tanah-tanah mereka, Muslim maupun ahlul dhimmah. Untuk pekerjaan ini diperlukan sejumlah teknologi. Aljabar, astronomi, dan trigonometri dalam Islam berkembang antara lain demi kebutuhan praktis ini. Bahkan pemetaan selalu digunakan untuk optimasi aktivitas dakwah dan jihad.
Sistem administrasi pertanahan terpadu akan memudahkan negara memperhitungkan pemasukan zakat untuk komoditas pertanian tertentu, kharaj (semisal pajak bumi bangunan) dari tanah-tanah kharajiyah dan juga lahan tidur atau tanah mati yang bisa diberdayakan. Pemerintah juga bisa membuat perencanaan ruang yang lebih rapi. Kota-kota tua peninggalan masa khilafah (seperti Cordoba) dikenal rapi. Kota dari abad 8 M ini bahkan sudah memiliki drainase yang baik. Dan ini hanya bisa dilakukan bila ada sistem pertanahan yang baik beserta teknologi pendukungnya.
Sosialisasi
Sosialisasi pertanahan syariah bisa dimulai pada level yang sangat sederhana seperti permainan ”monopoli” untuk anak-anak. Pada permainan tradisional, anak-anak belajar untuk ”menjadi kaya” dengan membeli tanah, membangun hotel, atau memborong perusahaan listrik. Nah, Islamisasi permainan itu ke sistem syariah — boleh saja kita namakan ”Muamalah Game” — bisa memperkenalkan ide-ide seperti pemberian tanah oleh negara, penyitaan lahan tidur yang tidak digarap lebih dari tiga tahun, wakaf, sampai kompensasi atas ditemukannya sumber daya alam yang besar pada tanah milik seseorang.
Insya Allah dengan demikian sistem pertanahan syari’ah bisa segera menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Pendahuluan
Pelayanan pertanahan kepada masyarakat pada awalnya dilaksanakan secara manual, baik itu pelayanan informasi maupun pelayanan pendaftaran tanah serta pengukuran sampai pada produk hasil akhir. Informasi yang digunakan masih berbentuk surat dan tatap muka, pengukuran bidang tanah masih menggunakan tangan sebagai ukuran (depa), hasil hitungan masih menggunakan calculator dan taken scale, gambar peta masih menggunakan rapido dan sablon, sertifikat hak atas tanah masih ditulis tangan dan diketik menggunakan mesin tik. Sehingga dengan demikian proses pelayanan pertanahan kepada masyarakat memakan waktu yang cukup lama.
Sesuai dengan berjalannya waktu serta perkembangan jaman yang telah memasuki teknologi informasi maka tidak ketinggalan pula Badan Pertanahan Nasionalpun telah berkembang dengan sangat pesat, yaitu meningkatan kualitas pelayanannya kepada masyarakat dengan menggunakan teknologi informasi yang sangat canggih. Pelayanan pertanahan telah dilakukan melalui berbagai kegiatan menggunakan komputer, mulai dari informasi sampai pada hasil produk akhir berupa surat keputusan ataupun sertifikat hak atas tanah.
1. LOC (LAND OFFICE COMPUTERIZATION)
Komputerisasi Kantor Pertanahan (Land Office Computerization) adalah kegiatan kerjasama Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Spanyol di bidang teknologi informatika di lingkungan Badan Pertanahan Nasional yang di sudah dimulai sejak 1997 sampai sekarang.
Sejak tahun 1999 Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) telah mulai melakukan pembangunan database pertanahan secara elektronik, melalui kegiatan Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP/LOC) untuk menjamin bahwa data pertanahan elektronik menjadi informasi yang terkini dengan menggunakan aplikasi pelayanan pertanahan yang tersedia dengan peralatan teknologi.
Pada akhir tahun 2008 yang lalu, Badan Pertanahan Nasional sudah ditargetkan untuk memberikan layanan informasi pertanahan dan layanan pendaftaran tanah secara online di seluruh Kantor Pertanahan di Provinsi DKI Jakarta.
Hal ini berkaitan dengan rencana Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan iklim investasi dan penyiapan infrastruktur dan telah disetujuai oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional. Layanan online yang dimaksudkan adalah layanan online antara masing-masing Kantor Pertanahan di Jakarta dengan Kantor BPN Pusat, antara Kantor Pertanahan dengan Publik (masyarakat dan PPAT) dan antara Kantor Pertanahan dengan Instansi Lain (Dirjen Pajak dan Tata Kota). Untuk itu sedang didefinisikan jenis-jenis layanan yang akan diberikan secara online dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang disebutkan dalam UU ITE (UU 18/2008). Beberapa layanan informasi telah disiapkan dalam BPN web http://www.bpn.go.id) seperti peta online, dan informasi status berkas permohonan. Layanan-layanan lainnya yang sedang disiapkan adalah layanan PPAT untuk pengecekan sertipikat dan untuk pendaftaran pelayanan secara online dan sedang disiapkan juga layanan online untuk masyarakat yaitu dengan menyiapkan layanan e-form sebagai sarana pengisian form pendaftaran pertanahan secara online. Pada tahun 2008 juga sedang dibangun data centre di BPN Pusat untuk membangun database pertanahan secara nasional dan sebagai backup data untuk semua Kantor Pertanahan menggunakan teknologi komputer.
2. LARASITA (LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIPIKAT TANAH)
Larasita adalah akronim Layanan Rakyat untuk Sertipikasi Tanah. Layanan ini mulai diujicobakan di Kantor Pertanahan Kabupaten Karang Anyar, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2006, dan diuji coba lebih lanjut di 13 kabupaten/kota pada tahun 2007, baik di Jawa maupun luar jawa untuk memudahkan pelayanan pertanahan dan sertipikasi tanah.
Program Larasita dijalankan oleh satuan tugas bermotor dari Kantor Pertanahan setempat untuk melaksanakan semua tugas kantor pertanahan dalam wilayah administratif Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, secara online dengan pemanfaatkan teknologi mutakhir di bidang pendaftaran tanah, dengan teknologi informasi yang dihubungkan melalui satelit dengan memanfaatkan fasilitas internet dan “wireless commmunication system”.
Program ini sepenuhnya hasil karya nasional dan sepenuhnya menggunakan anggaran APBN BPN RI. Meski sepenuhnya program nasional, program ini telah memperoleh pengakuan Bank Dunia dalam memberikan akses masyarakat, terutama masyarakat pedesaan terhadap informasi dan pelayanan pertanahan dan disebutnya dengan “pioneering mobile land information service”.
Beberapa Negara, antara lain Pakistan, telah mengajukan permintaan untuk melakukan studi banding mengenai pelaksanaan Larasita, sementara konsultan dari Negara Spanyol (CIMSA) dan Swedia (IPSLA) yang melakukan kerjasama dengan BPN RI untuk kegiatan lain, telah meninjau secara langsung uji coba Larasita yang dilakukan di kantor pertanahan Kabupaten Karang Anyar pada tahun 2007 dan menyatakan program ini &ldquoimpressive”
Terhitung sejak tahun 2008 program ini dikembangkan secara nasional dan pada akhir tahun 2008 telah siap sebanyak 124 armada LARASITA dan 248 sepeda motor yang akan beroperasi di 124 kabupaten/kota di seperempat wilayah NKRI. LARASITA akan melayani 57% kabupaten/kota yang ada di 6 Provinsi di Pulau Jawa.
Pada Tahun anggaran 2009 akan dibangun lagi LARASITA di 134 kabupaten/kota lainnya di Indonesia. Dengan demikian pada akhir tahun 2009 lebih 60% wilayah NKRI sudah mendapat layanan Program LARASITA.
Tujuan Larasita:
1. Membangun kepercayaan masyarakat terhadap BPN RI;
2. Mendekatkan pelayanan pertanahan ke semua masyarakat, terutama yang secara geografis mempunyai kendala untuk mendatangi Kantor Pertanahan;
3. Menghilangkan peran pihak ketiga dalam pelayanan pertanahan;
4. Mengurangi terjadinya konflik pertanahan;
5. Mencapai target sertipikasi bidang tanah nasional;
6. Meminimalkan bias informasi pertanahan kepada masyarakat.
Manfaat Larasita:
1. Masyarakat secara langsung menikmati pelayanan yang terukur, jelas, tenang, dan mudah;
2. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja birokrasi, khususnya BPN RI;
3. Mewujudkan komitmen pemerintah dalam mewujudkan pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik, mudah dan terjangkau;
4. Memberikan kepastian hukum dan proses serta memudahkan bagi masyarakat yang hendak melakukan Sertipikasi tanah;
5. Memotong rantai pengurusan sertipikat tanah dan meminimalisir biaya pengurusannya;
6. Meningkatkan nilai manfaat birokrasi kepada masyarakat;
7. Sebagai karya inovatif dalam pelayanan public yang bisa mendorong kreativitas pelayanan oleh aparatur negara kepada rakyat.
Kesimpulan
LOC yang semula hanya bersifat Local Area Network (LAN) yang menghubungkan antar pengguna komputer di dalam satu kantor, kini telah ditingkatkan coverage-nya dengan menghubungkan antar server LOC di beberapa daerah sehingga terintegrasi dalam satu sistem yang on-line. Peningkatan aksesibilitas ini juga membawa pengaruh makin mudahnya masyarakat untuk dapat mengakses data pertanahan secara on-line.
Larasita merupakan wujud nyata dari pelayanan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia kepada rakyat dengan jemput bola. Petugas BPN RI mendatangi rakyat yang tinggal jauh dari lokasi pusat pelayanan pertanahan dan menembus daerah yang sulit terjangkau untuk melayani masyarakat dalam rangka percepatan legalisasi aset masyarakat.
Membangun sistem pelayanan pertanahan berbasis Teknologi Informasi.
Menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung terlaksananya aplikasi komputer dalam pelayanan pertanahan di lingkungan BPN Pusat dan Daerah.
Menjadikan BPN sebagai Pusat Informasi Pertanahan yang lengkap, akurat,transparan.
Daftar Pustaka
BPN. Aplikasi pemetaan kantor pertanahan Aplikasi LOC Grafikal versi 4.2
Jakarta. BPN
5 Februari 2010.
Liputan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
30 Januari 2010.
Liputan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
Humas BPN RI
Kepala BPN RI, Joyo Winoto, Ph.D dan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi menandatangani Naskah Kesepakatan Bersama tentang Percepatan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum di daerah dan disaksikan oleh pejabat eselon I BPN RI serta pejabat eselon I, II Kementerian Dalam Negeri, bertempat di gedung Aula Sidang Kementerian Dalam Negeri, Jakarta. Jumat sore (29/01/2010).
Usai penandatanganan MoU Ka BPN RI mengatakan bahwa selama proses pengadaan tanah selalu membentur pada tiga pihak, yakni masyarakat, pemerintah, serta persoalan kehutanan. "Belum lagi, yang terkait dengan UU Pokok Agraria, UU tentang BUMN, UU Kehutanan dan UU 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang . "Tetapi tidak semua UU konsisten satu dengan lainnya," ungkapnya.
Menurutnya masih terdapat wilayah abu-abu dalam proses pembebasan tanah untuk kepentingan umum. "Karena selama ini pemahaman yang ada di masyarakat tanah itu adalah milik rakyat. Maka munculah mafia tanah di grey area," ucapnya.
Meski demikian Kepala BPN RI sepakat bahwa hak-hak rakyat tetap harus tetap dihormati. Selain itu, harus ada design yang baik dalam penataan ruang, "Tetapi spekulasi masih sering terjadi. Proses musyawarah lebih banyak menjadi sekedar formalitas. Karenanya perlu melonggarkan proses-proses adiministrasi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum," cetusnya.
Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi menambahkan , salah satu program 100 hari kerja KIB II adalah melakukan percepatan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang berlarut-larut di daerah.
"Luas tanah tidak bertambah, tetapi penduduk bertambah. Pembangunan harus terus dilakukan dan peraturan-peraturan perlu menyesuaikan. Pembangunan akan terus memerlukan tanah sebagai pijakan, tetapi pembangunan tersendat karena masalah pembebasan lahan," ujar Gamawan Fauzi.
Menurutnya, ada beberapa faktor penyebab tersendatnya pembebasan lahan. Salah satunya kurang pahamnya aparatur di pemerintahan provinsi maupun kabupaten/kota tentang kriteria kegiatan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Mantan Gubernur Sumatera Barat itu juga membeberkan persoalan-persoalan dalam pembebasan tanah untuk proyek kepentingan umum seperti tidak jelasnya status kepemilikan hak atas tanah, tumpang tindihnya kepemilikan, tempat tinggal pemilik tanah yang tidak jelas, surat atas tanah yang tidak lengkap, serta pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang masuk kawasan hutan.
Lebih lanjut, Gamawan juga menyinggung persoalan lain yang tak kalah penting. "Yaitu tidak adanya kesepakatan harga ganti rugi kepemilikan antara masyarakat dengan instansi yang akan menggunakan tanah dan banyaknya calo tanah," bebernya. Karenanya Gamawan berharap dengan kesepakatan itu proses pembebasan tanah bagi proyek kepentingan umum di daerah bisa dipercepat.