30 Januari 2010.
Liputan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Humas BPN RI

Kepala BPN RI, Joyo Winoto, Ph.D dan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi menandatangani Naskah Kesepakatan Bersama tentang Percepatan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum di daerah dan disaksikan oleh pejabat eselon I BPN RI serta pejabat eselon I, II Kementerian Dalam Negeri, bertempat di gedung Aula Sidang Kementerian Dalam Negeri, Jakarta. Jumat sore (29/01/2010).

Usai penandatanganan MoU Ka BPN RI mengatakan bahwa selama proses pengadaan tanah selalu membentur pada tiga pihak, yakni masyarakat, pemerintah, serta persoalan kehutanan. "Belum lagi, yang terkait dengan UU Pokok Agraria, UU tentang BUMN, UU Kehutanan dan UU 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang . "Tetapi tidak semua UU konsisten satu dengan lainnya," ungkapnya.

Menurutnya masih terdapat wilayah abu-abu dalam proses pembebasan tanah untuk kepentingan umum. "Karena selama ini pemahaman yang ada di masyarakat tanah itu adalah milik rakyat. Maka munculah mafia tanah di grey area," ucapnya.

Meski demikian Kepala BPN RI sepakat bahwa hak-hak rakyat tetap harus tetap dihormati. Selain itu, harus ada design yang baik dalam penataan ruang, "Tetapi spekulasi masih sering terjadi. Proses musyawarah lebih banyak menjadi sekedar formalitas. Karenanya perlu melonggarkan proses-proses adiministrasi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum," cetusnya.

Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi menambahkan , salah satu program 100 hari kerja KIB II adalah melakukan percepatan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang berlarut-larut di daerah.

"Luas tanah tidak bertambah, tetapi penduduk bertambah. Pembangunan harus terus dilakukan dan peraturan-peraturan perlu menyesuaikan. Pembangunan akan terus memerlukan tanah sebagai pijakan, tetapi pembangunan tersendat karena masalah pembebasan lahan," ujar Gamawan Fauzi.

Menurutnya, ada beberapa faktor penyebab tersendatnya pembebasan lahan. Salah satunya kurang pahamnya aparatur di pemerintahan provinsi maupun kabupaten/kota tentang kriteria kegiatan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Mantan Gubernur Sumatera Barat itu juga membeberkan persoalan-persoalan dalam pembebasan tanah untuk proyek kepentingan umum seperti tidak jelasnya status kepemilikan hak atas tanah, tumpang tindihnya kepemilikan, tempat tinggal pemilik tanah yang tidak jelas, surat atas tanah yang tidak lengkap, serta pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang masuk kawasan hutan.

Lebih lanjut, Gamawan juga menyinggung persoalan lain yang tak kalah penting. "Yaitu tidak adanya kesepakatan harga ganti rugi kepemilikan antara masyarakat dengan instansi yang akan menggunakan tanah dan banyaknya calo tanah," bebernya. Karenanya Gamawan berharap dengan kesepakatan itu proses pembebasan tanah bagi proyek kepentingan umum di daerah bisa dipercepat.