Ribuan Hektare Akta Tanah Surabaya Berpotensi Cacat Hukum

| Ribuan hektare tanah di Kota Surabaya berpotensi cacat hukum akta tanahnya karena konflik peraturan. Ini bermula dari dikeluarkannya Peraturan Kepala BPN nomor 9 tahun 2009 tentang Pembentukan Perwakilan Kantor BPN di Kota Surabaya.

Peraturan itu memekarkan Kantor BPN yang semula satu menjadi dua, yakni Kantor BPN Surabaya 1 dan Surabaya 2. Pemekaran itu dilakukan untuk efektifitas dan peningkatan kualitas layanan, berlaku sejak 6 Maret 2009.

Dalam peraturan itu disebutkan, Kantor BPN Surabaya 1 meliputi layanan untuk coverage 15 kecamatan, sedangkan Surabaya 2 meliputi 16 kecamatan

Kemudian pada 24 Nopember 2010 muncul lagi Peraturan Kepala BPN nomor 16 tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan kepala BPN nomor 9 tahun 2009. Aturan ini mengubah coverage daerah layanan. Kantor BPN Surabaya 1 menjadi 16 kecamatan dan Surabaya 2 meliputi 15 kecamatan.

Menindaklanjuti Peraturan Kepala BPN itu, muncul surat dari Kepala Kantor BPN Surabaya 1 dan 2 pada seluruh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Surabaya tertanggal 7 Nopember 2011. Isinya, seluruh PPAT yang sebelumnya berdaerah kerja Kota Surabaya harus memilih daerah kerjanya sesuai letak kantor paling lambat Kamis (24/11/2011).

Ini mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 1998 juncto pasal 5 ayat (1) dan Peraturan Kepala BPN nomor 1 tahun 2006 pasal 8 ayat (1) yang menyatakan ; Daerah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan.

Siaran Pers yang diterima suarasurabaya.net, Rabu (23/11/2011I) dari Ikatan PPAT (IPPAT) Surabaya menyebutkan keputusan itu menimbulkan dampak hukum, akta yang dibuat di hadapan PPAT menjadi batal demi hukum sehubungan dengan terjadinya kesalahan atas letak obyek peralihan atau pembebasan hak atas tanah maupun hak milik.

Ini karena berdasar PP nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT pasal 12 ayat (1) disebut : Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dan pasal 13 ayat (1) disebut : Apabila suatu wilayah kabupaten/kotamadya dipecah jadi 2 atau lebih, maka dalam waktu 1 tahun sejak diundangkannya pembentukan kabupaten/kotamadya yang baru, PPAT yang daerah kerjanya pada kabupaten/kotamadya semula, harus memilih salah satu wilayah kabupaten/kotamadya sebagai daerah kerjanya.

“Jika dirunut ke belakang, artinya akta yang dibuat sejak pemekaran BPN Surabaya efektif tanggal 6 Maret tahun 2010 sampai dengan tenggat waktu 24 Nopember 2011, berpotensi cacat hukum jika PPAT memilih satu dari dua daerah kerja BPN Surabaya,” tulis siaran pers itu.

Tapi jika ketentuan itu diabaikan, akta yang dicatatkan oleh PPAT akan tidak diakui BPN. Inilah yang kemudian membuat PPAT di Surabaya kebingungan

Kalkulasi moderat tentang jumlah akta dan luas tanah yang potensial cacat hukum telah dihasilkan 325 PPAT di Surabaya sepanjang kurun waktu tersebut terbilang cukup besar. "Sekurangnya ratusan ribu akta tanah dengan luas rata-rata ribuan hektare di Surabaya berpotensi cacat hukum kalau kita memilih," kata Wahyudi Suyanto anggota Dewan Pakar IPPAT Surabaya.

Dampak ketidakpastian hukum atas akta tanah yang telah dicatat PPAT juga berantai, mulai dari sektor property, perbankan, juga pendapatan pemerintah daerah.

Atas hal tersebut, IPPAT Surabaya bersepakat untuk menunda pelayanan pencatatan akta tanah mulai Kamis (24/11/2011) sampai dengan tercapai komunikasi yang produktif dengan BPN Surabaya 1 dan 2. Ini untuk mencegah terjadinya batal demi hukum akta-akta yang sudah diproduksi PPAT selama kurun waktu tersebut.

Miftachul Machsun Juru Bicara IPPAT Surabaya mengatakan pihaknya akan membuat konferensi pers resmi terkait hal ini, Kamis (24/11/2011) pukul 10.00 WIB di kantor IPPAT Surabaya Jl. Mawar.

Sementara itu Joyo Winoto Kepala BPN saat dikonfirmasi lewat sambungan HP dan SMS, tidak memberikan respon terkait masalah di Surabaya ini.
dikutip dari suarasurabaya.net