Menghambat Alih Fungsi Sawah
Posted In:
ARTIKEL PERTANAHAN
.
By prasetyobpn.blogspot.com
Oleh: Ir. Doddy Imron Cholid MS ( Kakanwil BPN Jatim )
Sawah sebagai salah satu faktor
produksi penting dalam usaha tani, kini luasnya menjadi sangat terbatas,
khususnya di daerah perkotaan. Di beberapa kota besar di Jawa Tengah, seperti
Semarang, Solo, Pekalongan, Tegal, atau Magelang dalam waktu 5 tahun lagi
mungkin kita tidak akan menemukan lagi sawah. Atas fenomena itu, Gubernur Bibit
Waluyo dalam berbagai acara selalu mengingatkan stafnya agar lebih selektif
lagi memberikan izin terkait dengan alih fungsi lahan sawah.
Dalam sebuah forum, penulis juga
kembali tersadarkan oleh seorang ulama yang menyatakan keprihatinannya atas
banyaknya alih fungsi sawah. Dituturkan, dulu ketika berangkat dari kotanya
hendak ke Jakarta lewat Semarang, di sepanjang perjalanan, di kanan-kiri jalan
arteri primer, terlihat pemandangan hijau nan indah, apalagi ketika tanaman
padi berbuah dan tertiup angin. Kini, sawah-sawah itu sebagian telah beralih
fungsi menjadi bangunan, baik perumahan, pabrik, maupun pasar.
Pembangunan yang pesat di bidang
industri dan perumahan serta pertumbuhan penduduk yang tinggi mendorong terjadi
alih fungsi penggunan sawah ke penggunaan nonsawah. Selain di 5 kota itu, 30
kabupaten/ kota di provinsi ini juga dibangun di atas sawah. Jalan arteri
primer dari Brebes sampai Rembang, dari Cilacap sampai Purworejo, bahkan jalan
tol yang dibangun dari Brebes sampai Sragen, sebagian besar harus
mengalihfungsikan sawah.
Yang menjadi pertanyaan mengapa
harus sawah? Karena sawah umumnya bertopografi datar, kemiringannya 0%,
infrastruktur seperti jalan, saluran drainase (jaringan irigasi sekunder,
tersier), jaringan listrik, telepon, umumnya sudah tersedia. Unsur-unsur itu
yang menjadikan faktor yang berpengaruh besar untuk investasi karena investor
tidak perlu membangun infrastruktur tersebut.
Bedasarkan data BPS, Indonesia kini
hanya memiliki sawah seluas 7,6 juta ha. Selama 1979-1999, konversi lahan sawah
mencapai 1.627.514 ha atau 81.376 ha/tahun. Dari luasan selama waktu itu
sekitar 1.002.005 ha, sebanyak 61,57% atau 50.459 ha/ tahun terjadi di Jawa,
dan di luar Jawa mencapai 625.459 ha (38,43%) atau 31.273 ha/tahun (Isa, 2006).
Ada beberapa alasan mengapa petani
di perkotaan menjual tanah sehingga terjadi alih fungsi, yakni usaha di bidang
pertaian sawah dianggap tidak efisien mengingat berdasarkan hasil penelitian
land rent ratio atau perbandingan nilai sewa tanah sawah dengan permukiman
adalah 1:600. Demi memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidup, termasuk gaya
hidup, maka banyak petani menjual tanahnya.
Ancaman Pidana
Perubahan itu juga memengaruhi
pandangan petani yang semula bekerja di bidang pertanian yang dianggap kotor
dan kurang bergengsi. Pewarisan tanah dari orang tua kepada anak (pragmentasi
tanah) yang tadinya luas menjadi sempit, sehingga mengakibatkan usaha tani
sawah tidak efisien. Sawah itu kemudian dijual untuk kegiatan usaha di bidang
nonpertanian. Perubahan penggunaan lahan sawah menjadi nonpertanian juga
menimbulkan dampak yang bisa mengancam keberlanjutan produksi padi.
Perubahan penggunaan lahan sawah
menjadi nonpertanian juga menimbulkan kerugian material yang cukup besar,
terutama pada sawah beririgasi. Artinya terjadi pemubaziran biaya investasi
bersubsidi pemerintah untuk pembangunan prasarana irigasi yang cukup tinggi
kala itu. Selain itu, biaya pencetakan sawah baru sangat mahal dan memerlukan
waktu cukup lama (5-6 tahun).
Kalau rencana tata ruang wilayah
provinsi/ kabupaten/ kota sudah disahkan dengan perdanya maka regulasi itu bisa
mengikat bagi pejabat yang berwenang memberi izin.
Misalnya dalam peta lampirannya
untuk usaha perumahan padahal setelah disuperinfuskan dengan peta RTRW
sejatinya kawasan pertanian.
Seandainya di atas tanah itu
dibangun perumahan maka sesuai dengan UU Nomor 41 Tahun 2009 dan UU Nomor 26
Tahun 2007 pejabat yang terbukti memberikan izin bisa diancam dengan pidana
sampai 5 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. Bila pelanggarnya perorangan, ia
bisa diancam pidana selama-lamanya setahun penjara dan denda Rp 5 miliar.
Karena itu, sosialisasi mengenai alih fungsi dari lahan sawah ke nonsawah
menjadi penting, sejalan dengan pemberian insentif kepada petani yang
mempertahankan sawahnya. (Sumber: Suara Merdeka, 24 Juni 2011)
Tentang penulis:
Ir.Doddy Imron Cholid, MS,. Kakanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jatim
sumber :
http://gagasanhukum.wordpress.com/2011/06/27/menghambat-alih-fungsi-sawah/
Ir.Doddy Imron Cholid, MS,. Kakanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jatim
sumber :
0 Responses to Menghambat Alih Fungsi Sawah
Something to say?